Selasa, 08 Desember 2015

// // Leave a Comment

Tuhan Tidak Dapat Mengadakan Mujizat (Part 2)

Kemarin kita sudah belajar tentang poin pertama, sekarang saya ingin membahas poin kedua. Poin kedua yang saya pelajari adalah “KITA TERBIASA”. Apa maksudnya?

Dalam ayat 3 di katakan “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia.”

Dalam terjemahan The Message, ayat ini dengan sangat jelas menyatakan sesuatu yang sangat menarik. Terjemahan The Message mengatakan “But in the next breath they were cutting him down: “He’s just a carpenter—Mary’s boy. WE’VE KNOWN HIM SINCE HE WAS A KID. We know his brothers, James, Justus, Jude, and Simon, and his sisters. Who does he think he is?”

Ketika saya membaca ayat ini, saya tidak menangkap apa maksud dari ayat tersebut sampai saya sendiri mengalaminya dan tiba-tiba ayat ini muncul dan saya mengerti apa maksudnya.

Dari ayat tersebut kita dapat melihat bahwa orang-orang yang ada di Nazaret, selain mereka mengetahui latar belakang Yesus yang adalah anak tukang kayu, mereka juga TERBIASA dengan Yesus dan keluarganya. Bahkan dikatakan bahwa keluarganya, saudara-saudara Yesus tinggal bersama-sama dengan mereka. Dlm terjemahan The Message dikatakan bahwa mereka mengenal Yesus dari sejak kecil. Mereka TERBIASA dengan Yesus, mereka merasa tahu Yesus sejak kecil, dan saat itulah mereka mulai menolak Dia.

Lalu apa masalahnya dengan TERBIASA? Ada beberapa hal yang sangat serius dengan TERBIASA ini.

Pertama, TERBIASA membuat kita menaruh nilai yang rendah terhadap seseorang.
Saat kita TERBIASA dengan seseorang atau beberapa orang yang berada dekat dengan kita, seringkali kita dengan mudahnya menganggap remeh mereka, kita tidak lagi menaruh rasa hormat yang pantas mereka dapatkan. Sangking terbiasanya kita dengan mereka, kita tidak lagi menjadikan mereka prioritas dalam hidup kita.

Saya beri contoh sederhana agar kita dapat memahami ini dengan lebih baik. Ada berapa banyak dari kita yang kalau kita melakukan kesalahan terhadap atasan ataupun orang lain, kita merasa sangat bersalah dan meminta maaf kepada mereka dengan sungguh-sungguh bahkan berjanji tidak akan mengulanginya?

Namun apa yang kita lakukan ketika kita berbuat kesalahan kepada orang-orang yang berada didekat kita setiap waktu, orang-orang yang sudah sangat kita kenal, bahkan dengan pasangan kita, orang-orang yang kita TERBIASA dengan mereka?

Kebanyakan kita menganggap remeh mereka, kebanyakan kita menganggap sekedar say “Sorry ya” dengan sambil lalu, sudah mewakili rasa bersalah kita. Kita tidak lagi pay attention kepada mereka, karena kita TERBIASA dengan mereka. Mereka selalu ada dekat dengan kita, mereka selalu kita lihat dan akhirnya kita terbiasa dan berkata “Ah, kalau sama dia santai aja, gak usah terlalu yang gimana-gimana”

Berapa banyak dari kita yang dahulu ketika masih awal-awal pacaran, sangat takut membuat kesalahan kepada pasangan kita? Kita berusaha agar pasangan kita tidak sedih, tidak susah, dan kita benar-benar berusaha menjaga hatinya. Kalaupun kita melakukan kesalahan, kita lakukan apa saja untuk dapat dimaafkan, kita berusaha dengan effort yang besar untuk dapat menyenangkan pasangan kita kembali. Namun apa yang terjadi ketika hubungan tersebut sudah berlangsung selama, 2 atau 3 atau 4 tahun lebih dimana kita mulai menjadi TERBIASA dengan pasangan kita?

Seolah-olah membuat kesalahan adalah hal yang wajar dan sangat gampang kita lakukan. Seolah-olah berkata-kata kasar kepada pasangan kita adalah sebuah hal yang lumrah dan sekedar berkata “Sorry ya” kita anggap sudah membereskan permasalahan.

Ironisnya saya juga menemukan ada banyak orang yang sangat hebat dalam memuji orang lain yang belum tentu mereka kenal dekat, namun sangat susah untuk memuji pasangan, keluarga bahkan saudaranya sendiri. Kita TERBIASA dengan mereka.

Saya berikan contoh lain. Sering kali kita ketika janjian dengan seseorang yang baru kita kenal, seorang client, partner bisnis, atasan atau orang yang kita tidak kenal dekat, kita berusaha sebisa mungkin datang dengan on time, kalau perlu kita rela datang duluan daripada membiarkan orang tersebut menunggu. Pertanyaannya, bagaimana ketika kita janjian dengan seseorang yang sangat kita kenal dekat?

Let say, seorang sahabat yang mungkin sering ketemu kita, kenal kita dengan baik. Kecenderungan kita adalah kita menurunkan standar kita dan berkata “Gak pa2 lah kalau telat-telat dikit, dia kan dah kenal gw” atau “Dia gak bakalan marah lah klo gw telat dikit, kita kan sahabat baik”

Lucunya adalah kita justru menaruh nilai yang lebih rendah kepada seorang sahabat yang mungkin selalu ada di saat kita susah, selalu menolong dan menyemangati kita dengan memakai topeng “kan kita sahabat” dibandingkan dengan seseorang yang tidak terlalu dekat dengan kita.  Kita menaruh nilai yang rendah terhadap sebuah hubungan yang sudah terjalin cukup lama hanya karena kita TERBIASA dengan mereka.

Saya juga menemukan ada orang-orang yang TERBIASA dengan orang tuanya sendiri. Ada orang-orang yang lebih mendengarkan perkataan, nasehat dan anjuran orang lain yang tidak begitu dikenalnya, dibandingkan orang tuanya sendiri.

Ada sebuah Quote yang sangat menyentil saya ketika saya menuliskan ini. Quote itu berkata“People say you don't know what you've got until it's gone. Truth is, you knew what you had, you just never thought you'd lose it.”

Seringkali kita merasa sesuatu itu berharga ketika kita sudah kehilangan. Namun itu sudah terlambat. Kita sering berpikir bahwa orang-orang yang dekat dengan kita, orang-orang yang selalu bersama dengan kita, orang-orang yang kita TERBIASA dengan mereka, akan selamanya bersama kita. Namun ketika kita kehilangan mereka, kita baru dapat merasakana bahwa seharusnya kita memberikan mereka nilai yang lebih tinggi dibandingkan orang lain.

Sama seperti orang-orang nazaret yang sebegitu TERBIASA nya dengan Yesus dan keluargaNya, dan akhirnya menolakNya, adakah kita juga TERBIASA dengan mereka yang berada dekat dengan kita, sampai akhirnya kita sendiri ‘menolak’ mereka?

Kedua, TERBIASA membuat kita tidak lagi dapat melihat potensi yang Tuhan taruhkan dalam seseorang.

Pernahkah Anda mendengar perkataan seperti ini terlontar ketika 2 orang sahabat lama bertemu:
“wah, kamu sekarang sudah sukses ya..saya tidak menyangka km akan bisa sesukses ini, padahal dulu kita sering main bareng, sering ngerjain tugas bareng dll”

Sekilas tidak ada yang salah dengan kalimat tersebut, namun kalau kita mau telusuri dengan benar, seharusnya seorang sahabat dapat mengenali potensi yang ada di dalam sahabatnya yang lain. Seharusnya semakin lama kita mengenal seseorang membuat kita semakin dapat melihat potensi dan telenta yang Tuhan berikan dalam hidupnya dan bahkan membantunya mengembangkannya.

Namun seringkali, karena kita TERBIASA dengan mereka, kita tidak lagi dapat melihat potensinya.
Seharusnya kalimat yang terdengar ketika kedua sahabat itu bertemu adalah : "Wah, kamu sekarang sudah sukses ya? Saya tidak kaget, karena dari dulu saya sudah bisa menduga bahwa km akan menjadi orang sukses. Dari dulu kan sudah saya katakan bahwa potensi kamu tuh di bidang ini. Lihat, sekarang km benar-benar mengembangkan potensi mu.”

Saya masih ingat sebuah perkataan dari seorang yang saya hormati, dan perkataannya inilah yang terus saya ajarkan ketika saya mengajar tentang visi dan impian. Ia berkata bahwa ORANG PERTAMA YANG PALING SULIT MELIHAT POTENSI ATAUPUN IMPIAN MU ADALAH ORANG TERDEKATMU. DAN KEMUNGKINAN BESAR, ORANG TERDEKAT JUGA YANG PALING PERTAMA AKAN MENENTANG IMPIANMU.

Kedengarannya sangat aneh, sangat tidak masuk akal, namun kenyataannya dalam setiap training saya tentang visi, saya menemukan ada banyak anak muda mengatakan bahwa orang tua merekalah orang pertama yang sangat menentang impian mereka.

Pertanyaan saya, “Dapatkan kita melihat potensi dan talenta yang Tuhan taruhkan dalam setiap orang-orangterdekat kita? Dalam sahabat kita, dalam pasangan kita, dalam saudara kita, dalam keluarga kita?

Ataukah kita menjadi orang-orang yang berkata kepada mereka, “Elu? Punya impian jadi Dokter? Gue tau lu kayak apa, nilai IPA lu aja merah semua”, “Ayolah, jangan terlalu muluk-muluk punya impian. Gue tau kemampuan lu kayak apa, belum lagi keluarga lu yang gak kaya-kaya amat. Realistis lah”

Penduduk Nazaret menolak Yesus karena mereka TERBIASA dengan Yesus. Mereka terbiasa dengan Yesus dari kecil sehingga mereka tidak dapat melihat sosok Anak Allah di dalam diriNya. So, dapatkan kita melihat potensi yang besar dalam diri orang-orang terdekat kita? Let’s we think about it.

Salam hangat,

Morris 'Strongeagle'

0 komentar:

Posting Komentar